Berbeda dengan katarak, masyarakat mungkin belum akrab dengan penyakit glaukoma, padahal keduanya sama-sama menyerang mata dan menyebabkan kebutaaan. |
Bedanya, penglihatan akibat katarak masih bisa dipulihkan dengan operasi, sedangkan glaukoma menyebabkan kebutaan sepanjang hayat. Satu-satunya cara pencegahan yang bisa dilakukan adalah melakukan deteksi sedini mungkin. Menurut dr.Ikke Sumantri, SpM, dari Glaucoma Center JEC, penyakit glaukoma terjadi akibat adanya tekanan mata atau tekanan intra ocular yang tinggi sehingga si penderita mengalami kerusakan serabut syaraf mata yang menimbulkan kehilangan lapang pandang (skotoma). "Bila tekanan ini terjadi terus menerus, seluruh serabut syaraf akan rusak, akibatnya adalah kebutaan total," paparnya. Di Indonesia, angka kebutaan mencapai 1,5 persen dari seluruh penduduk. Glaukoma merupakan penyebab kedua terbesar (0,2 persen) setelah katarak. Berbeda dengan katarak yang bisa disembuhkan lewat operasi, pengobatan dan tindakan operasi yang dilakukan pada pasien glaukoma hanya bisa mencegah kerusakan lebih lanjut. Pada umumnya glaukoma tidak diawali dengan gejala khusus, sehingga banyak terjadi kasus di mana pasien terdeteksi telah menderita kerusakan mata serius. Meski begitu, menurut dr.Iwan Soebijantoro, SpM, ada beberapa gejala yang mesti diwaspadai. "Keluhan fisik yang sering dijumpai adalah rasa pusing terus menerus, rasa mual dan muntah, penglihatan mendadak buram atau melihat pelangi. Segeralah periksa ke dokter mata jika terjadi gejala ini," Menurut Iwan, gejala-gejala tersebut biasanya terjadi karena tekanan bola mata sudah terlalu tinggi. Ukuran tekanan bola mata yang normal adalah 10-20 mmHg. Tekanan di atas normal ini akibat cairan dalam bola mata yang berada di bilik mata depan tidak lancar mengalir keluar. Tekanan bola mata tersebut secara mekanik akan menekan serabut saraf mata sehingga terjepit. Deteksi dini Mengingat hilangnya penglihatan secara permanen yang disebabkan oleh glaukoma, sebaiknya setiap orang memperhatikan kesehatan matanya dengan cara melakukan pengukuran tekanan bola mata secara rutin, terutama bagi orang yang usianya di atas 40 tahun. Faktor risiko lain yang perlu diwaspadai adalah mereka yang memiliki riwayat keluarga penderita glaukoma, mata minus tinggi atau plus tinggi (miopia), serta penderita penyakit sistemik seperti diabetes atau kelainan vaskular (jantung). Pemeriksaan mata rutin yang disarankan oleh dokter adalah setiap enam bulan sekali, khususnya bagi orang dengan risiko tinggi. Menurut Iwan, untuk mengukur tekanan bola mata, dokter akan melakukan tes lapang pandang mata. "Tes ini tidak bisa dilakukan sembarangan, harus dengan alat. Yang diukur pun bukan cuma tekanan mata saja tetapi juga mengukur berapa kerusakan mata yang diderita," ujarnya. |
0 komentar:
Posting Komentar