Kawan, hari ini aku merasa berduka. Salah jika kau anggap aku sedang putus cinta. Atau kau anggap aku kehilangan rumah. Lebih dari itu. Aku berduka karna aku tak sepertimu. Aku ingin menjerit sekeras-kerasnya meneriakkan ketidakadilan hidup. Bukan hanya karena tak ada secuil nasi ataupun setetes air yang biasanya menambah indah rupaku. Tapi kini, Kain halus berhiaskan rajutan benang emas yang elok tak lagi menyelimuti tubuhku. Rupaku begitu muram, semuram hatiku. Bahkan kini si gila itu telah mengobrak-abrik punggungku. Kepingan gelas dan piring melekat ditubuhku. Tajam! Mencabik-cabik ulu hatiku. Bukan hanya itu, Sosok kekar dan bringas itu berulangkali menghujami wajahku dengan kepalan tangannya yang kaku, meluapkan amarahnya pada Ina.......
Ina, gadis lembut yang setiap hari merawat dan menjagaku. Lelehan merahnya cabe yang pedas dan panas...atau pekatnya kopi si Bringas, tak pernah ia ijinkan lama menyakiti tubuh mungilku. Ia tak pernah membiarkanku kedinginan karena genangan air yang tumpah. Ia selalu menyingkirkan butiran debu yang melekat dan memberikanku kesegaran. Setiap hari, aku bak bayi yang tak pernah haus kasih sayang dan selalu menikmati sentuhan hangat ibunya.
Tapi kali ini.....Ina tak dapat berbuat apa-apa untukku. Ia terkulai tak berdaya di sudut derita. Tatapannya begitu iba. Gerak bibir indahnya pun meneriakkan sesuatu yang tak lagi bersuara. Ohh...ingin sekali aku memeluknya. Menggenggam erat tangannya. Memberikan kedamaian di hatinya. Mendekapnya erat dengan segenap perasaan. Tapi apa yang bisa aku lakukan?? Menggeser tubuhku pun aku tak kuasa. Meneriakkan jeritan hatikupun aku tak mampu. Aku hanya sebuah meja makan . Jangankan untuk membawanya berlari dari ruang nista ini....untuk menepiskan pisau tajam bersimbah darah ditubuhku pun aku tak mampu! Sungguh aku tak mampu!
Oh Tuhan! Amis...! ya! bau amis itu kini mengganti semua aroma wangi yang setiap hari Ina ciptakan di sini. Sedang Si Bringas gila itu kini hanya terpaku diam mendekap tubuhku dengan erat. Muak! Aku Muak!! Jijik!!........Aku jijikk!, harus menjadi tempat bersandar tubuh jahat yang mungkin tak punya secuilpun penyesalan. GILA!!!!!
oleh : Ika Adha
Ina, gadis lembut yang setiap hari merawat dan menjagaku. Lelehan merahnya cabe yang pedas dan panas...atau pekatnya kopi si Bringas, tak pernah ia ijinkan lama menyakiti tubuh mungilku. Ia tak pernah membiarkanku kedinginan karena genangan air yang tumpah. Ia selalu menyingkirkan butiran debu yang melekat dan memberikanku kesegaran. Setiap hari, aku bak bayi yang tak pernah haus kasih sayang dan selalu menikmati sentuhan hangat ibunya.
Tapi kali ini.....Ina tak dapat berbuat apa-apa untukku. Ia terkulai tak berdaya di sudut derita. Tatapannya begitu iba. Gerak bibir indahnya pun meneriakkan sesuatu yang tak lagi bersuara. Ohh...ingin sekali aku memeluknya. Menggenggam erat tangannya. Memberikan kedamaian di hatinya. Mendekapnya erat dengan segenap perasaan. Tapi apa yang bisa aku lakukan?? Menggeser tubuhku pun aku tak kuasa. Meneriakkan jeritan hatikupun aku tak mampu. Aku hanya sebuah meja makan . Jangankan untuk membawanya berlari dari ruang nista ini....untuk menepiskan pisau tajam bersimbah darah ditubuhku pun aku tak mampu! Sungguh aku tak mampu!
Oh Tuhan! Amis...! ya! bau amis itu kini mengganti semua aroma wangi yang setiap hari Ina ciptakan di sini. Sedang Si Bringas gila itu kini hanya terpaku diam mendekap tubuhku dengan erat. Muak! Aku Muak!! Jijik!!........Aku jijikk!, harus menjadi tempat bersandar tubuh jahat yang mungkin tak punya secuilpun penyesalan. GILA!!!!!
oleh : Ika Adha
0 komentar:
Posting Komentar